Friday, January 30, 2009

Aren Sangat Potensial
Menghasilkan Biofuel
Tanaman aren (Arenga Pinnata) sangat potensial menghasilkan biofuel (bahan bakar nabati) dan perlu dikembangkan sebagai perkebunan besar seperti halnya kelapa sawit atau jarak pagar. "Kelebihan tanaman aren ini bisa dipanen setiap hari sepanjang tahun, menghasilkan lebih banyak dan cepat bahan bakar dibanding tanaman lain," kata Kepala Bagian Jasa Iptek Puslit Kimia LIPI Dr Hery Haeruddin di Jakarta, Senin. Pohon aren, ujarnya, tidak seperti tanaman lain penghasil bioethanol (bahan bakar pengganti bensin) yaitu singkong yang memiliki masa panen enam bulan atau tebu tiga bulan untuk sekali panen saja serta keterbatasan lainnya. Aren, lanjut dia, bisa dipanen terus-menerus di mana setiap satu pohon aren bisa menghasilkan nira 1-20 liter per hari yang 10 persennya bisa diproses menjadi ethanol. "Setiap hektar bisa ditanami 75-100 pohon sehingga setiap hektar bisa menghasilkan 1.000 liter nira per hari atau sekitar 100 liter ethanol per hari. Bandingkan dengan sawit yang satu hektarnya hanya menghasilkan maksimal enam ton biodiesel per tahun," katanya. Pada masa lalu penanaman aren, tanaman asli Indonesia ini, sangat sulit dan hanya bisa dilakukan oleh musang, tetapi kini Puslit Biologi LIPI telah mampu membudidayakannya dan menyediakan bibitnya, ujarnya. Dari mulai bibit hingga menjadi tanaman aren yang menghasilkan, ia akui, memerlukan 6-8 tahun, namun demikian angka itu tidak terlalu lama jika dibandingkan dengan tanaman lain seperti kelapa sawit yang memerlukan waktu 5-6 tahun untuk menghasilkan minyak sawit. Menurut dia, getah nira yang menetes dari bunganya, lebih mudah dijadikan bioethanol dibanding dijadikan gula aren. Getahnya cukup difermentasi (diberi ragi/mikroba) lalu setelah menjadi alkohol dipisahkan dari airnya. Tanaman aren selain bisa diproses menjadi subtitusi bensin juga baik dalam hal menyimpan air tanah serta mencegah bencana banjir dan longsor. Saat ini aren banyak ditanam antara lain di Rangkas Bitung, Cianjur Selatan, Ciamis, hingga di Sulawesi Utara. sumber : http://www.republika.co.id/

Pemurnian Minyak Atsiri
Tingkatkan Nilai Ekonomis

LEMBAGA Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berhasil mengembangkan pemurnian minyak atsiri hingga menjadi kristal murni.Tujuannya untuk bisa meningkatkan harga jual minyak atsiri Indonesia. Minyak atsiri dikenal juga sebagai minyak eteris (aetheric oil), esensial, atau aromatik merupakan minyak nabati yang menjadi bahan dasar kosmetik atau parfum, obatobatan, dan bahan pangan seperti mentol. Indonesia kaya akan sumber daya alam penghasil minyak atsiri, di antaranya minyak cengkih, nilam, akar wangi, kenanga, serai wangi,kayu manis,lada,jahe,kayu putih, cendana, pala, dan gaharu. Di dalam perdagangan, sulingan minyak atsiri dikenal sebagai bibit minyak wangi. Kepala Divisi Teknologi Proses dan Katalis Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Silvester Tursiloadi memaparkan, spesies tumbuhan penghasil minyak atsiri di Indonesia tercatat sebanyak 40 spesies dari 200 jenis spesies tanaman penghasil minyak atsiri di dunia. Jumlah spesies di Indonesia diyakini merupakan jumlah tertinggi di dunia. ’’Baru sekitar 12 spesies yang tergali dan ada di pasaran dunia,” tuturnya kepada SINDO. Saat ini, Indonesia baru bisa menjual minyak atsiri dalam bentuk minyak mentah.Hal itu karena keterbatasan pengetahuan dan teknologi yang digunakan para petani. Biasanya, mereka mengekspor minyak atsiri mentah tersebut kepada pengusaha penampung di Singapura. Padahal, ujar Silvester,melihat potensi pasarnya di Eropa,dengan keanekaragaman bahan baku Indonesia bisa menjadi pemain utama dalam bisnis minyak atsiri. ’’Selama ini, atsiri yang dihasilkan Indonesia dijual ke Singapura. Kami tidak tahu pengguna sesungguhnya atau end user-nya siapa, itulah yang ingin kami sasar.Hal itu agar petani bisa mendapatkan hasil yang lebih layak, sedangkan kita (Indonesia) sangat potensial di hulunya,”paparnya. Pusat Penelitian Kimia LIPI pun sudah mencoba melakukan penelitian untuk memurnikan minyak atsiri yang berkualitas.Menurut Silvester, teknik pemurnian yang telah dikembangkan LIPI sejak 1997 sudah selesai tahap purifikasi hampir mencapai 100%, misalnya mengembangkan beberapa produk isolat dari minyak atsiri, seperti pemurnian minyak nilam dengan ekstraksi fluida karbondioksida (CO2) superkritis menghasilkan fraksi berat dengan yield patchoulli alcohol total mencapai 88,92%. Selain itu, pemurnian minyak akar wangi menghasilkan total vetiverol kasar 51,82%.Pemurnian sitronelal dari minyak serai wangi sebesar 96,1% menggunakan distilasi fraksionasi. Pemurnian eugenol dari minyak cengkih sebesar 99% menggunakan distilasi fraksionasi, sedangkan pemurnian patchouli alcohol dari minyak nilam sebesar 92% menggunakan distilasi yang sama. Bahkan, pengembangan menjadi kristal pun sudah mampu dilakukan. Untuk tahap pemurnian ini, teknik pengembangan yang dilakukan LIPI sudah hampir mencapai tahap final atau siap dikembangkan oleh sektor swasta. Namun, kini LIPI telah beralih pada pengembangan penelitian untuk turunan dari minyak atsiri. ’’Kalau biasanya yang dijual di Singapura patchouli alcohol-nya hanya sekitar 29–30%, sedangkan kita sudah mampu 80%.Memang kenyataannya, berapa pun kadar kemurniannya, Singapura akan tetap membeli dengan harga yang sama. Untuk itu, kita harus bisa menjualnya langsung ke end usernya agar mendapatkan harga yang layak,”ungkapnya. Bahkan, saat ini pun mulai dikembangkan katalis pengolah minyak atsiri dengan teknologi nanokatalis.Kelebihannya,bentuk nano mempunyai luas permukaan yang besar dan sangat efektif karena efek dari pengolahan fisik katalis itu sangat memengaruhi reaksi kimia minyak atsiri. ’’Di sini, saya akan membuat eugenol dengan menggunakan proses katalistik. Saat ini dengan katalis aerogel diharapkan serat gel, ukuran kristalnya skala nano, dan mempunyai sifat keasaman yang tinggi melebihi asam sulfat yang murni,sampai minus 14–16 derajat. Jadi, tidak bisa terukur dengan PH meter dan dalam bentuk padat. Itu yang akan kami lakukan pada penelitian 2008,”paparnya. Tentu pengembangan-pengembangan ini memang bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai pemain utama bisnis minyak atsiri. Tidak sebatas dimanfaatkan sebagai kosmetik,juga pengembangan m e n - jadi bahan dasar farmasi seperti kandungan eugenol dalam cengkih yang bermanfaat sebagai antioksidan dan antiseptik.Sementara itu kandungan serai, turunannya bisa menjadi mentol murni yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan. ’’Potensi ini bisa membuat minyak atsiri Indonesia menjadi nomor satu. minyak mentahnya pun sudah nomor satu. Harga minyak mentah nilamantara Rp900.000 per liter. Namun, kalau turun, hanya Rp100.000 bahkan Rp90.000 per liter. Sementara itu.minyak murni dalam bentuk kristal dijual per gram, pasarnya bukan Singapura, tapi ke end user. Hingga saat ini,belum ada survei serius untuk melakukan ini. Departemen Perdagangan pun masih minyak mentah yang dipasarkan,”paparnya. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan 2004,minyak atsiri yang diproduksi oleh petani diekspor dengan pangsa pasar nilam 64%, kenanga 67%, akar wangi 26%, serai wangi 12%, pala 72%,cengkih 63%, jahe 0,4%, dan lada 0,9% dari ekspor dunia (Ditjenbun 2004; FAO 2004).Ekspor minyak atsiri Indonesia pada 2005 sebesar USD103.690.000, sedangkan impor minyak atsiri USD197.422.000 (International Trade Centre, 2007). Sayangnya, harga impor minyak atsiri kebanyakan berupa turunan atau isolat dari minyak atsiri tersebut sangat tinggi dibandingkan dengan bahan dasarnya. ’’Contohnya, ester sitronelal, mentol, eugenol, vanilin, dan lainnya. Sementara itu,ekspor minyak atsiri berupa minyak atsiri mentah (crude) yang belum diproses lebih lanjut lagi sehingga menyebabkan tingginya nilai impor dibandingkan dengan ekspor,”ujarnya. Silvester menambahkan, potensi nilam sangat besar di Aceh dan Bengkulu, cengkih di Pulau Jawa dan Sumatera,sedangkan pala di Manado.Perkembangan teknik ekstraksi minyak atsiri guna peningkatan mutu dapat dilakukan dengan penyulingan hampa udara terfraksi (vacuum fraction distillation), penyulingan ulang (redistillation) sistem kohobasi, dan flokulasi. Sementara itu, alternatif metode pemisahan dan pemurnian minyak atsiri dapat dilakukan dengan penarikan air, penyaringan, sentrifuse, redistilasi, flokulasi, adsorpsi, kromatografi kolom, membran filtrasi, ekstraksi fluida CO2 superkritis, distilasi fraksionasi, dan distilasi molekuler. (abdul malik) Sumber : www.seputar-indonesia.com 10-12-2007 03:07:29


Biodiesel Alga Hijau Biru

Depok, Kompas - Biodiesel yang terbuat dari alga hijau biru atau Cyanophyta menjadi salah satu hasil penelitian mahasiswa yang masuk ke dalam Lomba Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Rabu (24/10). Selain menjadi salah satu solusi energi alternatif terbarukan, produksi alga hijau biru berfungsi meningkatkan penyerapan karbon dari jenis tumbuhan sel tunggal ini. "Biodiesel alga ramah lingkungan, produktivitas alganya memiliki masa pertumbuhan yang cepat selama 6-10 hari dan relatif mudah untuk dibudidayakan," kata Yusnaeni, mahasiswa Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Makassar, dalam presentasinya di Hotel Bumi Wiyata, Depok. Yusnaeni didampingi dua anggota lainnya, yaitu Andi Satriani dan Lisa Widyawati, dari fakultas dan universitas yang sama. Mereka adalah satu di antara 15 finalis PPRI LIPI yang diadakan keenam kalinya untuk tiga bidang, yaitu bidang teknik, ilmu pengetahuan alam, serta ilmu pengetahuan sosial dan kemanusiaan. Penelitian lainnya tidak kalah menarik. Misalnya, penelitian mahasiswa Institut Pertanian Bogor (Siti Nurbaity, Hani Hasanah, dan Bayhaqqi) tentang pembuatan kemasan plastik film berbahan dasar protein ikan larut air pada proses pencucian surimi. Mahasiswa Universitas Brawijaya Malang (Anita Kusuma Finalissari dan Muhammad Nur Cholis) mengajukan penelitian potensi isolat probiotik indigenus pada bekatul padi. Mahasiswa Universitas Sriwijaya Palembang (Aldila Din Pangawikan) memaparkan penelitian ekstrak katekin gambir sebagai bahan pengawet alami untuk tahu. Mahasiswa Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta (Syarifudin Fuad) menyajikan penelitian desain pengontrol kestabilan larutan pada industri dengan memanfaatkan deviasi laser pada prisma. Dua penelitian tentang ilmu pengetahuan alam serta ilmu pengetahuan sosial dan kemanusiaan—setiap satu bidang terdapat lima penelitian—disajikan pula tidak kalah menarik. Tim juri lomba akan mengumumkan para pemenang pada Kamis ini di Gedung Widya Graha LIPI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Kemarin, finalis Lomba Kreativitas Ilmiah Guru (LKIG) XV yang berjumlah 25 orang dari delapan provinsi mempresentasikan hasil karyanya. LKIG meliputi lima bidang, yaitu guru SD bidang umum, guru SMP bidang ilmu pengetahuan sosial dan kemanusiaan (IPSK), serta matematika dan ilmu pengetahuan alam (MIPA), dan guru SMA bidang IPSK dan MIPA. (NAW)

1 comment:

Anonymous said...

Not too bad!